DISIPLIN KERJA, Pengertian, Teori dan Faktor-faktornya

2.1.3        Teori Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan aturan dari instansi baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Disiplin kerja merupakan kebijaksanaan yang menuju kearah rasa tanggung jawab dan kewajiban bagi karyawan untuk menataati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan perusahaan ditempat karyawan itu bekerja. Adapun indikatornya adalah: (1) selalu hadir tepat waktu; (2) selalu mengutamakan presentase kehadiran; (3) selalu mentaati ketentuan jam kerja; (4) selalu menggunakan jam kerja dengan efektif dan efesien; (5) memiliki keterampilan kerja dibidang tugasnya; (6) memiliki semangat kerja yang tinggi; (7) memiliki sikap dan kepribadian yang baik dengan menunjukkan keteladanan dalam melaksanakan tugas; dan, (8) selalu kreatif dan inovatif dalam bekerja.
Menurut Rivai dan Sagala (2013) Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para atasan untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka dapat bersedia untuk mengubah perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku[1]. Sedangkan menurut Hasibuan (2009) Definisi  kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan yang ditetapkan oleh suatu instansi pemerintahan dan norma-norma sosial yang berlaku.[2]
            Konsep disiplin dikemukakan oleh keith david dalam mangkunegara ( 2004) bahwa: Diciplin is management action to enforce organization standards, ungkapan diatas mengandung arti bahwa disiplin kerja merupakan pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Lebih lanjut beliau mengungkapkan tentang jenis disiplin sebagai berikut:
1.    Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan karyawan/ pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan karyawan mendisiplinkan diri. Dengan cara preventif, karyawan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan perusahaan. Pemimpin perusahaan mempunyai tanggung jawab dalam membangun iklim organisasi dengan disiplin preventif. Begitu pula karyawan harus dan wajib mengetahui, dan memahami semua pedoman kerja serta peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk semua bagian sistem yang ada dalam organisasi. Jika sistem organisasi baik, maka diharapkan akan lebih mudah menegakkan disiplin kerja.
2.    Disiplin Korektif
Pada disiplin korektif, pegawai/ karyawan yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki karyawan pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran kepada pelanggar. Pemimpin korektif memerlukan perhatian khusus dan proses prosedur yang seharusnya. Hal ini sesuai dengan pendapat keith davis yang dikemukakan Mangkunegara, (2004) corrective disiplin requires attention to due process, which means that procedures shows concern for the right of the employee involved. Major requirements for due process include following : 1) A presumption of innocence until reasonable proof  of an employee’s role in offense is presented; 2) The right to be heard and in cases to be represented by another person; 3) Disiplin that is reasonable in relation to offense involved.
Arti dari pendapat bahwa disiplin korektif memerlukan perhatian proses yang seharusnya yang berarti bahwa prosedur harus menunjukkan karyawan yang bersangkutan benar-benar terlibat. Keperluan proses yang seharusnya itu dimaksudkan adalah pertama, pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh karyawan lainnya. Ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungan dengan keterlibatan  pelanggaran.
3.    Disiplin Progresif
Inti dari disiplin progresif adalah menekankan pada pentingnya penerapan hukuman kepeda pegawai yang melenggar peraturan atau tata tertib organisasi. Tujuan dari disiplin ini adalah memberikan kesempatan kepada para karyawan untuk memperbaiki diri sebelum terkena hukuman yang lebih serius. Pendisiplinan yang progresif juga memberikan waktu bagi pimpinan untuk bekerja sama dengan karyawan guna memperbaiki kesalahan yang dilakukan, seperti mangkir tanpa alasan yang diberikan.
Sementara Prajidarminto, (1994) mengatakan bahwa disiplin mencakup tiga aspek, yaitu:
1.    Sikap mental ( mental attitude ) yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak.
2.    Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan , norma, kriteria, dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan ( sukses ).
3.    Sikap dan kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk menataati segala hal secara cermat dan tertib.

2.1.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan           
            Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan.
Faktor-faktor tersebut antara lain :    
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi.      
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan.   
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangangan.    
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.           
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan.        
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.    
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya Disiplin.
            Faktor–faktor yang mempengaruhi kedisiplinan adalah sebagai berikut (Fathoni, 2006): 
1.Tujuan dan kemampuan. 
2.Keteladanan pimpinan 
3.Keadilan 
4. Waskat merupakan tindakan nyata dan paling efektif untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan. Atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir di tempat kerjanya agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan. 
5.Sanksi hukuman. 
6.Ketegasan  
Semua organisasi atau perusahaan pasti mempunyai standar perilaku yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan pekerjaan  dan menginginkan para karyawan untuk mematuhinya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas. [3]

2.1.3.2 Hal-Hal Yang Menunjang Kedisiplinan               
            Ada beberapa hal yang dapat menunjang keberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:         
a.    Ancaman
            Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman meskipun ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuan untuk mendidik supaya bertingkahlaku sesuai dengan yang kita harapkan.   
b.Kesejahteraan
            Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal mereka dapat hidup secara layak.         
c.  Ketegasan
            Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan atau membiarkan pelanggaran tersebut dengan berlarut-larut tanpa tinadakan yang tegas.
 d. Partisipasi
            Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.           
e.  Tujuan dan kemampuan    
            Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapat menunjang tujuan perusahaan dengan kemampuan dari karyawan.        
f.          Keteladanan pimpinan           
            Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehingga keteladanan pimpinan harus diperhatiakan.




[1] Rivai, Veithzal dan Ella Jauvani Sagala, 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Edisi ke 2. Cetakan ke 5. PT. Raja Grafindo, Jakarta.
[2] Hasibuan, Melayu S.P 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Haji Masagung, Jakarta.
[3] Fathoni, Abdurahmat, 2006. Oranisasi dan Manajemen Sumber Daya manusia. Jakarta: Asdi Mahasatya.



Comments